DPRD Kalimantan TengahPulang Pisau

Legislator Sebut PT AGL Nakal, Pemkab Pulpis Jangan Tinggal Diam.

PALANGKA RAYA ,GK-  Sengketa lahan yang terjadi antara PT Agrindo Green Lestari (PT AGL) yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, dengan masyarakat Desa Goha, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalteng. Persengketaan terjadi, mendapat tanggapan keras oleh Legislator DPRD Provinsi Kalteng, Lodewik Christopel Iban.

Menurut anggota Komisi B DPRD Kalteng yang membidangi masalah perekonomian ini, menyebutkan bahwa kejadian yang dialami oleh masyarakat di Desa Goha, sama halnya dengan kejadian di Desa Ramang, dimana pihak PT AGL juga membeli tanah hanya secara sepihak dari mantan Kepala Desa (Kades), tanpa adanya konfirmasi dari pihak pemilik lahan/tanah yang sah.

“Kejadian ini sama persisnya dengan hal yang terjadi di Desa Ramang. Sampai sekarang belum ada penyelesaiannya. Saat ini, kejadiannya terulang kembali menimpa sejumlah masyarakat di Desa Goha. Trik yang digunakan pihak PT AGL pun sama, yakni dengan mengangkat mantan kades menjadi Humas di perusahaan tersebut. Hal itu dimaksudkan, ketika terjadi persoalan antara masyarakat dengan perusahaan, masyarakat tidak bisa macam-macam dengan perusahaan,” kata Lodewik, Selasa (30/01) pagi.

Anggota dewan Daerah Pemilihan (Dapil) Kalteng V meliputi Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas ini juga mengatakan, apabila pihak PT AGL tutup mata terhadap keluhan masyarakat disekitarnya, maka pihak perusahaan disebut sebagai perusahaan ‘Nakal’.

“Jika memang PT AGL, pura-pura tutup mata dan telinga, saat adanya keluhan dari masyarakat, artiannya perusahaan ini memang perusahaan nakal yang hanya mengeruk keuntungannya saja, tanpa memperhatikan kondisi masyarakat setempat,” tegas Lodewik.

Selain itu,  sambung Lodewik menuturkan bahwa selaku wakil rakyat, dirinya meminta kepada pihak pemerintah Kabupaten Pulang Pisau untuk segera turun tangan menindaklanjuti persoalan tersebut.

“Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, harusnya segera menindaklanjuti pemberitaan yang dilansir oleh sejumlah media. Permasalahan ini timbul, ketika adanya laporan atau aspirasi masyarakat terhadap perilaku Kades Desa Goha yang menjual lahan masyarakat seluas 473,43 Hektar (Ha), tanpa mengkonfirmasi dan melibatkan masyarakat setempat. Proses ini lah yang akhirnya dipermasalahkan oleh pemilik lahan sah, karena tidak terima lahannya digarap oleh PT AGL. Saat ini,  masyarakat Desa Goha, terutama dari pihak pemilik tanah sedang berupaya, agar hak atas lahannya dapat dikembalikan,” terangnya.

Sementara itu, Mikhan selaku pemilik lahan yang sah dan memiliki Surat Keterangan Penunjukan Tanah (SKPT), mengutarakan bahwa tanah tersebut awalnya digarap oleh keluarganya, yakni pada tahun 1957. Ada empat keluarga besar yang merintis dan menggarap lahan tersebut, yaitu Keluarga Masal Penyang (alm), Ikat Badak (alm), Usil (alm) dan Dumek Penyang (alm), dimana keempatnya merupakan saudara sepupu.

Sambung Mikhan, pada tahun 2013 sampai tahun 2014, pihak keluarga yang terdiri dari masing-masing cucu, akhirnya sepakat untuk kembali mengelola dan merintis lahan milik pendahulunya. “Pihak penerus lahan, membagi dan membuat SPMTA dan pada tahun 2015, pihaknya telah membuat izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

“Kalau urusan kepemilikan, kami telah memiliki surat-menyuratnya sejak tahun 2014 lalu, sedangkan berita acara serah terima antara pihak perusahaan dengan sekelompok orang termasuk mantan Kades Goha Winanson. Untuk itu kami sangat berharap pihak pemerintah bisa membantu kami menyelesaikan sengketa ini,” tutupnya. (ard)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!