HEADLINEHukum dan KriminalKalimantan TengahLamandauNasional

Proses Hukum Tiga Petani di Lamandau, Ribuan Warga Kalteng Terancam Jeratan Pidana

PALANGKA RAYA – Proses hukum dengan ancaman jeratan pidana yang dihadapkan pada tiga petani sawit mandiri di Kabupaten Lamandau, Kalteng atas dugaan penggarapan kawasan hutan dinilai menjadi ancaman bagi ribuan petani yang ada di Kalteng. Dampak dari proses hukum yang diduga sebagai bentuk kriminalisasi ini, ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Dayak Bersatu Bela Petani Rakyat menggelar aksi damai di depan Kantor Pengadilan Negeri Nangabulik, Lamandau, Selasa (9/1/2023).

 

Wendi S.Loentan, tokoh Pemuda Dayak Kalteng yang juga koordinator aksi mengatakan, jika proses hukum dengan jeratan pidana terhadap tiga petani sawit mandiri tersebut berlanjut, maka akan ada ribuan warga Kalteng yang dapat dijerat dengan alasan serupa. Yakni karena warga melakukan penggarapan kawasan hutan.

 

“Jika proses hukum seperti ini berlanjut kepada masyarakat petani mandiri, akan ada ribuan warga Kalteng yang dapat terpidana karena menggarap kawasan hutan” tegas Wendi, Rabu (10/1/2023).

 

Ditambahkannya, terlebih proses hukum terhadap ketiga tersangka berawal dari laporan sejumlah oknum masyarakat yang justru tidak mengalami kerugian dari pembuatan pembuatan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh para petani mandiri. Laporan yang dilayangkan ke Mabes Polri tersebut diduga didalangi oleh salah satu perusahaan HTI terkait kawasan yang digarap para petani sawit.

 

“Proses hukum dari Mabes Polri dan ditetapkan P21 oleh pihak Kejaksaan juga terlihat janggal dan ada dugaan kriminalisasi. Dimana peran KLHK dalam kasus ini dan bagaimana penerapan UU Cipta Kerja tentang Kasawan hutan, sehingga tiga petani ini dapat dengan mudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat ancaman pidana” bebernya.

 

Wendi yang juga Ketua DPD Gerdayak Kota Waringin Barat (Kobar) ini juga berpandangan, kasus yang dihadapkan terhadap tiga petani sawit ini menyangkut nasib masyarakat banyak. Mulai dari warga yang menggantungkan pendapatan ekonomi dari hasil perkebunan kelapa sawit, pembangunan infrastruktur jalan penghubung antara desa dan nasib petani mandiri lainnya yang ada di Kalteng.

 

“Seharusnya penanganan hukum dilakukan secara humanis, ada pendekatan dan pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang kawasan hutan. Termasuk juga diberlakukan restoratif justice dan tidak harus dengan ancaman pidana. Karena petani mandiri ini bukan penjahat, namun pejuang ekonomi kerakyatan di masyarakat dan kasus ini tidak merugikan pihak manapun” ungkapnya.

 

Jika proses hukum ini berlanjut dan adanya vonis jeratan pidana pada ketiga petani sawit mandiri tersebut, maka ia mengungkapkan sebagai bentuk ‘hukum tajam kebawah dan tumpuk ke atas’. Hal ini karena seolah tidak ada ampun bagi masyarakat kecil jika melakukan pelanggaran terkait penggarapan kawasan. Sedangkan perusahaan besar yang kerap melakukan pelanggaran kawasan hutan di Kalteng tidak dijerat dengan proses hukum serupa.

 

“Jadi, jangan salahkan masyarakat jika nantinya akibat proses hukum seperti ini, akan banyak tindakan-tindakan lainnya atau laporan lainnnya ke Mabes Polri terkait kawasan hutan dan semua harus diberlakukan sama dengan tiga petani mandiri yang sekarang jadi tersangka. Karena pada dasarnya, setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum” tegas Wendi.

 

Disebutkannya juga, jika nantinya ketiga petani sawit tersebut ditetapkan sebagai tersangka, maka ada ribuan warga Kalteng lainnya, tidak hanya di Lamandau namun di daerah lain juga yang terancam mengalami nasib serupa. Dihadapkan dengan ancaman pidana dan dijebloskan ke jeruji besi atau penjara.

 

“Nasib ribuan masyarakat Kalteng juga tergantung dari proses hukum kasus tiga petani sawit ini. Disinilah kami anggap pihak penegak hukum baik dari Mabes Polri dan Kejaksaan keliru dalam penanganan perkara tanpa memperhatikan dampak sosial bagi masyarakat Kalteng” bebernya.

 

Terkait aksi demo yang dilakukan sebelumnya, Wendi juga menegaskan bahwa jika nanti proses hukum yang diberikan kepada para tersangka tidak memiliki rasa keadilan, maka pihaknya akan kembali melakukan aksi serupa dengan melibatkan ribuan petani yang ada di Kalteng. Pasalnya, ini menyangkut nasib petani Kalteng sendiri yang pada dasarnya ialah masyarakat lokal, masyarakat adat yang juga berhak menikmati hasil alam yang ada di tempatnya. (bud)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!