HEADLINEHukum dan KriminalKorupsiLamandau
Kembalikan Kerugian Negara, Kasus Dugaan Korupsi Oknum Mantan Kades di Lamandau Dihentikan
PALANGKA RAYA – Seorang oknum mantan Kepala Desa (Kades) Batu Ampar, Kecamatan Menthobi Raya, Kabupaten Lamandau, Kalteng diduga sempat melakukan dugaan korupsi Dana Desa (DD). Meski kasusnya sempat dilaporkan ke pihak kepolisian setempat, namun kasus dihentikan dengan alasan telah mengembalikan kerugian negara dalam dugaan kasus tersebut.
Informasi yang dihimpun, oknum mantan Kades tersebut, diketahui berinisial SU. Dugaan kasus korupsi DD dilakukannya pada saat masih menjabat sebagai Kades periode antara 2015 sampai 2019 dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan, yang melaporkan dugaan korupsi DD tersebut, yakni BPD desa setempat yang merasa keberatan dengan tindakan SU yang dianggap merugikan dan menghambat kemajuan pembangunan desa.
Kalasus dugaan korupsi yang dilakukan SU sempat dilaporkan ke Polres Lamandau. Namun, ternyata kasus dugaan korupsi yang dilakukan SU tidak berproses lebih lanjut.
“Awalnya pihak BPD yang melaporkan SU ke Polres Lamandau dengan dugaan korupsi DD. Namun ternyata, setelah adanya laporan tersebut dan ditangani Polres Lamandau, kasusnya dihentikan karena SU mengganti kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 700 juta” ungkap salah satu narasumber yang tidak ingin namanya disebutkan, Senin (4/9/2023).
Terkait kasus tersebut, narasumber yang tidak ingin namanya disebutkan ini juga mengatakan seharusnya SU tetap menjalani proses hukum karena menyangkut dugaan korupsi DD yang sempat dilakukannya. Terkait pengembalian kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tersebut, bisa menjadi bahan pertimbangan untuk meringankan saja saat perkara berlanjut di persidangan.
“Bagaimana jika saat itu dugaan korupsi oleh SU tidak terbongkar, jelas keuangan negara yang akan dirugikan dan menghambat perkembangan kemajuan desa. Karena ini kasus korupsi” sebutnya.
Ia juga berharap terkait dugaan kasus korupsi DD yang dilakukan SU, agar aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun Kejaksaan dapat memeriksa kembali perkara tersebut. Meskipun SU sudah mengembalikan kerugian negara dalam kasus tersebut.
Terkait informasi dihentikannya proses hukum kasus terhadap SU yang diduga melakukan korupsi DD tersebut, Kapolres Lamandau, AKBP Bronto Budiyono mengaku belum mengetahui terkait hal tersebut. Untuk itu, ia juga akan berkoordinasi langsung dengan Satreskrim Polres Lamandau mengenai kasus yang dikabarkan sempat ditangani jajaran Polres Lamandau.
“Saya belum tahu terkait hal tersebut, nanti saya cari tahu dulu ke Satreskrim. Nanti saya kabari ya” jawab singkat Kapolres Lamandau saat dikonfirmasi via pesan Whatsapp, Selasa (5/9/2023).
Sementara itu, Kasi Penerangan Hukum (Kapenkum) Kejati Kalteng, Dodik Mahendra saat dikonfirmasi terkait dihentikannya penanganan kasus dugaan korupsi DD dengan dasar telah mengembalikan kerugian negara, pihaknya sendiri belum mengetahui perkara permasalahan tersebut. Untuk itu, pihaknya akan mencari tahu terlebih dahulu permasalahan tersebut.
Terkait permasalahan tersebut, SU saat dikonfirmasi mengatakan bahwa dirinya agak lupa terkait permasalahan tersebut. Bahkan ia mengaku menjabat tidak sampai habis masa jabatan, yaitu hanya sampai Tahun 2019 saja.
“Maaf ya mas, agak lupa” jelas SU melalui pesan singkat WhatsApp.
Ia juga menambahkan, terkait permasalahan dugaan korupsi DD tersebut, pada intinya sudah selesai. Hanya melengkapi SPJ yang kurang rapi.
Terpisah, Aris Toteles yang merupakan ahli hukum dari Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya (UPR), mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penghentian kasus dugaan korupsi tersebut. Meskipun penghentian kasus tersebut merupakan kewenangan dari penyidik kepolisian saat awal kasus dilaporkan.
“Ada beberapa poin yang harus dilihat. Khususnya nilai uang pengembalian negara sekitar Rp 700 juta dari terlapor” sebut Aris, Selasa (5/9/2023).
Diuraikannya, jika terjadi pengembalian kerugian negara, maka harus jelas dana tersebut dikembalikan ke mana. Apakah ke kas Desa atau dikembalikan ke Kas Negara.
Selain itu lanjutnya, terkait penghitungan kerugian juga harus jelas. Siapa pihak yang menghitung kerugian negara tersebut, hingga dihitung sekitar Rp 700 juta. Pasalnya, penghitungan kerugian negara untuk kasus dugaan pidana korupsi ini biasanya dilakukan oleh pihak Inspektorat atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Jadi akan terlihat, darimana munculnya dugaan kerugian negara yang terjadi. Sehingga jelas juga penganan yang dilakukan dalam perkara tersebut” sampainya.
Ia juga menambahkan, dalam prosesnya jika ada masyarakat yang merasa keberatan jika kasus tersebut dihentikan, maka masyarakat dapat mengambil upaya hukum lain. Seperti mengajukan gugatan pra peradilan atau hingga menyampaikan laporan ke Kompolnas RI. (bud)