Barito SelatanDPRD Barito SelatanHEADLINE
Anggaran Habis, Posko Pantau Covid-19 Terpaksa Ditutup
“Berdasarkan SK Bupati itu, posko pantau kita di tiga titik itu dinonaktifkan, tapi posko induk siaga darurat yang di BPBD tetap beroperasi,” terang Eddy ketika ditemui awak media di Kantornya, Kamis (9/4/2020).
Nonaktif : Kondisi posko pantau satgas gugus tugas penanganan COVID-19 di Barsel, Kamis (9/4/2020) tampak sunyi tanpa aktivitas pascapenonaktifan.
gerakkalteng.com – BUNTOK – Terhitung sejak Rabu (8/4/2020), tiga posko pantau Satgas gugus tugas percepatan penanganan virus Corona (COVID-19) di Kabupaten Barito Selatan dinonaktifkan.
Terkait dengan dinonaktifkannya seluruh posko pantau Covid-19 di Barsel tersebut, dijelaskan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Barsel Eddy Purwanto, adalah berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Barsel Nomor : 188.45/122/2020 tentang perubahan terhadap SK Bupati sebelumnya tentang pembentukan posko siaga darurat COVID-19 di Barsel.
Dalam SK perubahan tertanggal 30 Maret 2020 tersebut, diputuskan bahwa posko pantau siaga darurat COVID-19 di Barsel harus dinonaktifkan pada tanggal 8 April 2020, ini merubah keputusan sebelumnya yang memutuskan bahwa posko pantau diadakan hingga tanggal 20 April 2020.
“Berdasarkan SK Bupati itu, posko pantau kita di tiga titik itu dinonaktifkan, tapi posko induk siaga darurat yang di BPBD tetap beroperasi,” terang Eddy ketika ditemui awak media di Kantornya, Kamis (9/4/2020).
Dijelaskan oleh pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Bappeda Barsel ini lagi, diterbitkannya SK Bupati tersebut, merupakan hasil kajian oleh seluruh tim Satgas gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 Barsel.
Dari hasil kajian tersebut, diakui Eddy banyak faktor yang menyebabkan diharuskannya dinonaktifkannya posko pantau.
Pertama, adalah kendala tidak tersedianya dana yang dimiliki oleh daerah untuk menyokong operasional posko yang cukup tinggi.
Karena setiap posko saat beroperasi diisi dengan anggota tim setidaknya 15 orang per posko, maka satu posko memerlukan dana setidaknya Rp.3 juta per hari, dengan rincian untuk pembayaran honorarium tim masing-masing orang sebesar Rp.100 ribu, biaya konsumsi serta biaya lainnya.
Sedangkan menurut dia, saat ini di bidang kesehatan yang berada di garis terdepan penanganan, membutuhkan banyak anggaran terutama untuk mencukupi alat pelindung diri (APD), alat rapit test dan alat kesehatan lainnya yang sangat kekurangan.
Padahal dengan adanya wabah ini, semua peralatan medis tersebut mengalami kenaikan harga pasaran mencapai seratus persen dari harga normal.
“Itu (Posko) isinya kan terdiri dari tim BPBD, Dinkes, TNI, Polri dan lainnya, sekitar 15 orang per posko. Biayanya tinggi, kita tidak punya dana untuk itu,” tukasnya.
Selain itu, pengoperasian posko pantau ini juga dinilai tidak efektif, sebab perlengkapan peralatan pemeriksaan yang tersedia tidak memadai dan tidak mencukupi.
Kemudian, karena anggota tim di posko pantau tidak menggunakan APD yang memadai, juga dikhawatirkan berbahaya bagi seluruh anggota tim posko, terpapar oleh virus corona yang mungkin saja dibawa oleh orang tanpa gejala (OTG).
“Satu posko itu biayanya sekitar Rp.3 juta per hari, jadi kalau tiga posko biayanya Rp.90 juta per sepuluh hari. Kenapa tidak uangnya kita kumpulkan saja, untuk dibelikan APD, rapit test yang kerjanya setiap hari berhadapan dengan virus, atau bahkan kita beli sembako saja untuk dibagikan kepada warga terdampak?” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Barsel Alip Suraya, membenarkan bahwa meskipun posko pantau dinonaktifkan, namun posko induk satgas gugus tugas tetap beroperasi, melaksanakan pencegahan penyebaran Sars Cov 2 tersebut.
“BPBD (tetap) melakukan pencegahan dengan Penyemprotan disinfektan,” bebernya.(petu)