DPRD Kotawaringin TimurKotawaringin Timur

Realisasi Program TORA Dipertanyakan Dewan

"Hingga kini, fakta di lapangan tidak ada satu hektare pun lahan yang dimaksud diterima oleh masyarakat kita di Kotim. Jadi seperti apa realisasinya," tegas Abadi, Selasa (19/5/2020).

gerakkalteng.com – SAMPIT – Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Muhammad Abadi, mempertanyakan seperti apa realisasi program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk masyarakat. Dari sekitar 20 persen lahan perkebunan milik perusahaan besar swasta (PBS) sejauh ini.

“Hingga kini, fakta di lapangan tidak ada satu hektare pun lahan yang dimaksud diterima oleh masyarakat kita di Kotim. Jadi seperti apa realisasinya,” tegas Abadi, Selasa (19/5/2020).

Disebutkan Ketua Fraksi PKB tersebut, untuk Regional Kalimantan redistribusi SK TORA yang telah diserahkan oleh KLHK pada tahap pertama tersebut seluas 109.615 hektare. Diberikan untuk masyarakat penerima yang ada di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

“Kita ketahui bahwa lahan yang ajukan pembebasan oleh PBS perkebunan sawit saat ini rata-rata sudah menghasilkan tandan buah segar (TBS). Sementara kewajiban 20 persen dari pelepasan kawasan itu, tidak ada sama sekali diperoleh masyarakat,” cetusnya.

Ia menjelaskan, SK TORA dari alokasi 20 persen untuk areal kebun masyarakat yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018, aturan tersebut juga sudah dimulai sejak Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17/Menhut-II/2011.

“Manfaat TORA sangat diharapkan masyarakat khususnya Kotim, karena masyarakat yang menjadi penerima sudah bisa bekerja di lahan yang diredistribusikan, masyarakat juga bisa menguasai secara fisik lahannya, aman, legal dan masyarakat penerima program itu memiliki kepastian hukum yang jelas,” ungkap Abadi.

Ia menambahkan, hingga kini masih banyak perkebunan sawit yang berada diatas kawasan hutan baik di kawasan Kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP, dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KPHL.

“Permasalahan ini semestinya menjadi fokus tugas pokok dan fungsi dari KPH sendiri, berdasarakan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi KPH, Sebagai Operator dalam Pengelolaan Hutan,” imbuh Abadi.

Lanjutnya, adapun tugas pokok dan fungsi KPH sendiri, adalah menyelenggarakan pengelolaan hutan terkait Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi, Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

“Namun faktanya di lapangan tidak dilakukan sehingga dengan mudahnya investor bekerja dan memungut hasil perkebunan yang pada kawasan hutan. Seharusnya itu tidak terjadi jika pengawasan berkala dan ketat dilakukan KPH,” demikiannya. (drm)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!