Barito SelatanDPRD Barito SelatanHEADLINE

Dewan dan Dinkes RDP, Empat Poin Ini Jadi Pokok Bahasan

"Seperti informasi yang disampaikan, mengenai ada empat orang yang ternyata rapid testnya positif (Covid-19). Jadi kami sudah klarifikasi dengan mereka (Dinkes dan RSJS), keempat orang itu dinyatakan positif dan sudah dilaksanakan beberapa kali swab hasilnya kenyataannya masih positif," ungkapnya.

gerakkalteng – BUNTOK – Bahas berbagai masalah terkait penanganan dampak virus Corona (Covid-19) di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) dan RSUD Jaraga Sasameh (RSJS) Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Komisi III DPRD setempat laksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (9/6/2020).

Sebagaimana dijelaskan oleh Ketua Komisi III DPRD Barsel, H. Zainal Khairuddin, kepada awak media seusai pelaksanaan RDP, ada empat masalah yang menjadi pokok pembahasan, yakni yang pertama adalah terkait dengan beredarnya informasi tentang buruknya dan tidak transparannya pelayanan oleh pihak RSJS terhadap empat orang PDP Covid-19, serta permohonan dari salah seorang pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 berinisial YC, agar segera dikeluarkan dan menjalani isolasi mandiri di rumahnya sendiri.

“Seperti informasi yang disampaikan, mengenai ada empat orang yang ternyata rapid testnya positif (Covid-19). Jadi kami sudah klarifikasi dengan mereka (Dinkes dan RSJS), keempat orang itu dinyatakan positif dan sudah dilaksanakan beberapa kali swab hasilnya kenyataannya masih positif,” ungkapnya.

Lanjut Zainal, berdasarkan pertimbangan tersebut, permohonan untuk isolasi mandiri dari keempat pasien belum bisa dikabulkan oleh pihak-pihak yang menangani. Karena selain ketersediaan fasilitas di luar fasilitas yang tersedia di RSJS tidak layak, juga bisa membahayakan akan menularkan virus kepada warga lainnya ketika mereka berada di luar pengawasan RS.

“Jadi karena positif, untuk hal ini belum bisa dipulangkan, walaupun kemaren ada permohonan untuk dilakukan isolasi mandiri. Mungkin sulit juga, karena kan kalau di kampung atau di desa, fasilitasnya tidak memadai,” tukasnya.

Kemudian, terang politisi PPP ini lagi, isu kedua yang menjadi fokus pembahasan pihaknya dalam RDP adalah terkait dengan belum terbayarkannya insentif tahap kedua kepada para tenaga medis yang menangani Covid-19.

Keterlambatan pembayaran tersebut, dijelaskan oleh Zainal, berdasarkan informasi yang diterima disebabkan oleh adanya kendala dalam pengurusan pembayaran yang dananya bersumber dari APBN tersebut.

Untuk itu, pihaknya kemudian mengusulkan beberapa opsi guna melunasi pembayaran insentif tersebut, salah satunya adalah meminjam dana talangan dari dana refocusing penanganan Covid-19.

“Kalau sampai akhir bulan ini tidak bisa dicairkan (insentif), kita minta dana talangan dari yang Rp 32 miliar penanganan Covid-19 itu. Kalau memungkinkan, kami siap untuk menggeser sementara dana itu, yang penting punya mereka bisa terbayar,” ucapnya.

Persoalan selanjutnya yang menjadi pembahasan, adalah terkait masalah BPJS Kesehatan masyarakat yang ditanggung oleh pemerintah. Terutama bagi mereka peserta BPJS non mandiri yang berobat bukan karena kasus Covid-19.

Sebab kata dia lagi, saat ini dikarenakan adanya beberapa masalah seperti pemuktahiran data, maka ada diantaranya para peserta BPJS itu tidak bisa dipakai alias dinonaktifkan.

“Menurut informasi yang disampaikan oleh Dinsos, bahwa pendataan sedang dilakukan, namun ada kendala karena dari tingkat RT dan Desa itu yang datanya belum diserahkan kepada mereka,” beber Zainal.

Menyangkut hal itu, diakuinya Dewan tidak ingin karena terlalu fokus terhadap kasus Covid-19, sehingga menyebabkan masyarakat yang ingin berobat karena penyakit lain kemudian tidak terlayani dengan baik.

Namun, ungkap Zainal, berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Dinkes dan RSJS, bahwa meskipun sampai saat ini masih ada warga prasejahtera yang BPJS-nya belum aktif, akan tetap dilayani oleh pihaknya.

“Jangan mentang-mentang Covid-19, lalu Covid terus yang diurus, kemudian yang umum terabaikan,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk informasi jumlah anggaran Covid-19 yang sudah digunakan oleh Dinkes dan RSJS sendiri, dibeberkan oleh Zainal, berdasarkan data dari kedua instansi tersebut, baru terserap sekitar 18 persen atau sebesar Rp 900 juta dari total anggaran sebanyak Rp 6 milyar di Dinkes dan Rp 2 miliar di RSJS.

“Dana itu yang di RSJS digunakan untuk membangun ruang isolasi baru, dan yang di Dinkes untuk penanganan dampak Covid-19, baru terserap sekitar 18 persen,” jelasnya. (petu/HR)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!