DPRD Barito Selatan
Dewan Barsel Gelar RDP Terkait Penyakit Rabies
BUNTOK – Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan, HM. Farid Yusran mengaku prihatin kepada Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) setempat yang terkesan menutup-nutupi kasus rabies yang kini sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sejak Januari 2023 lalu.
“Kita minta kawan-kawan (SOPD) ini jangan ditutup-tutupi lah segala informasi terkait (rabies) ini. Karena di masyarakat kita ini yang memelihara hewan penular rabies ini banyak. Anjing kucing, monyet, banyak yang pelihara itu,” minta Farid, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dan sejumlah SOPD terkait penanganan masalah KLB rabies di Buntok, Selasa (4/7/2023).
Padahal menurut Farid, penanganan masalah ini harusnya bisa dilakukan dengan cepat, pasalnya Barsel merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur tentang penanganan rabies.
“Kita sudah punya Perda, satu-satunya di indonesia loh. Perda Nomor 8 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Rabies, satu-satunya di indonesia Perda itu, tapi paling tinggi kasusnya. Ini kan aneh kan?” imbuhnya.
Sebelumnya politisi PDI Perjuangan ini juga mengaku prihatin karena sejak akhir tahun 2022 sudah tercatat sebanyak 32 kasus gigitan anjing yang terjadi di sejumlah wilayah di Barsel.
Dari 32 kasus gigitan anjing tersebut, sudah ada beberapa kasus positif rabies dan bahkan dua diantaranya menelan korban jiwa, yakni peristiwa di Tabak Kanilan, Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA) pada bulan November tahun 2022 dan di Ruhing Raya, GBA pada bulan Januari tahun 2023.
“Kita prihatin ya, bahwa sejak akhir tahun 2022 di Barito Selatan ini ternyata kasus suspect penyakit rabies itu tinggi, artinya yang terkena gigitan anjing itu sangat tinggi,” ungkapnya.
“Walaupun yang menjadi penyakit rabies itu hanya ada beberapa. Ini terbukti bahwa yang mati itu di bulan November 2022 satu (orang), di bulan Januari 2023 satu,” sambung Farid menerangkan.
“Belum ada yang tahu kan? Nah itu, makanya. Padahal status KLB kita sejak Januari 2023. Yang terdiagnosa rabies itu dua, kemudian yang lain itu kasus gigitan hewan penular rabies, tetapi tidak menjadi rabies. Tetapi ini kan satu pun berbahaya, apalagi dua,” sesalnya.
Yang justru semakin menambah keprihatinan dewan, kata Farid lagi, adalah SOPD yang sangat lamban dan minim melakukan penanganan di lapangan.
Lamban dan minimnya penanganan itu, sambungnya, merupakan akibat koordinasi dan kerjasama antar SOPD yang tidak terkoordinir dengan baik.
“Hal ini tidak terkoordinir dengan baik oleh kawan-kawan SOPD ini. Sehingga angka gigitan hewan penular rabies (GHPR) itu tinggi. Malah di bulan Juni 2023 tinggi sekali menjadi 32 kasus. Sepuluh kali lipat dari bulan lalu,” sayangkan Farid.
“Artinya status KLB ini tidak ada tindakan nyata dari kawan-kawan SOPD itu. Saya mendorong agar dibentuk tim khusus, tim terpadu oleh pak (Pj) Bupati, untuk menangani ini, sehingga status KLB ini bisa cepat kita hilangkan,” tutup Farid.
Sementara itu, meskipun berulang kali dikonfirmasi awak media, sampai berita ini diturunkan, pihak Dinkes Barsel belum juga mau memberikan keterangan apapun terkait persoalan KLB rabies ini. (Nur/md/*)