DPRD Gunung MasGunung Mas

Duga Musibah Banjir Akibat Fungsi Hutan Berubah

“Akibatnya rumah-rumah warga yang bantaran sungai tergenang air,” ucapnya, Kamis (9/12/2021).

GERAKKALTENG.comKUALA KURUN – Tiga tahun terakhir ini, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) sering dilanda banjir. Meskipun hujan hanya intensitas sedang, namun debit air di beberapa sungai, seperti Sungai Kahayan, Sungai Miri, Hamputung, Rungan dan Manuhing cepat naik.

Anggota DPRD Gumas, Untung J. Bangas menegaskan sering terjadinya banjir di wilayah Gumas karena hutan sebagai penyangga air telah hilang. Maka banjirlah yang datang. Mulai langkanya hutan ini berdampak air di sungai cepat meluap.

“Akibatnya rumah-rumah warga yang bantaran sungai tergenang air,” ucapnya, Kamis (9/12/2021).

Jika sudah terjadi banjir, kata Untung maka masyarakat yang merasakan dampaknya. Harta benda hilang. Rumah rusak. Tidak bisa beraktivitas mencari nafkah. Belum lagi harus membersihkan lumpur-lumpur sisa banjir.

“Banjir yang sering terjadi ini disebabkan oleh banyaknya hutan di daerah hulu yang merupakan penyangga dan sebagai penahan serapan air, beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit dan lahan pertambangan. Maka pemerintah harus tinjau ulang IPK dari PBS itu,” kata Untung Jaya Bangas.

Kendati kejadian seperti ini tidak semakin memburuk, kata Politisi dari Partai Demokrat ini meminta kepada pemerintah daerah (Pemda) dan provinsi untuk meninjau ulang izin perkebunan yang berada di daerah hulu, seperti Kecamatan Kahayan Hulu Utara (Kahut), Damang Batu, dan Miri Manasa.

“Pemerintah harus ada kebijakan, jangan sampai daerah kita dikuasai oleh perusahan, sehingga lama kelamaan masyarakat yang mengalami kesengsaraan akibat hutan yang gundul,” ujarnya.

Selain itu, jelasnya, pemerintah juga harus melakukan penataan ulang kelestarian dan menjaga ekosistem hutan khususnya di bumi Habangkalan Penyang Karuhei Tatau ini, sehingga bencana banjir tidak terjadi seperti yang sudah dialami.

Untung menambahkan, dengan adanya invasi perusahaan yang membuka hutan untuk perkebunan sawit mengakibatkan hutan sudah tidak berfungsi dengan selayaknya. Sehingga, tidak ada lagi yang berperan sebagai penahan dan serapan air. Bahkan tidak jarang sungai pun ditimbun, sehingga ekosistem alam berubah.

“Kurangnya hutan kita maka saat hujan turun sehingga langsung ke dataran yang lebih rendah melalui sungai-sungai besar seperti Miri, Pasangon, Hamputung, Kahayan, Manuhing dan Rungan tidak bisa menampung volume air, akibatnya terjadi banjir,” pungkas dia. (gan/sog)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!