Barito TimurDPRD Barito Timur

Perlu solusi Terhadap Tradisi Bakar Lahan

"Petani takut untuk membuka lahan dan ditindak secara hukum, namun sisi lain para petani juga ingin menanam padi untuk  memenuhi kebutuhan pangan. Namun kompensasi bagi petani juga tidak atas larangan membuka lahan dengan sistim membakar," katanya kepada awak media usai memimpin rakor pencegahan dan penanganan Karhutla diwilayah kabupaten Bartim.

gerakkalteng.com – Tamiang Layang – Peraturan presiden yang melarang membuka lahan pertanian dengan sistim membakar, ternyata memberi dampak yang tidak baik bagi para petani dilahan kering. Pasalnya cukup dengan diberlakukannya aturan tersebut, mengakibatkan para petani dilahan kering takut untuk berladang untuk menanam padi.

Sekda Bartim Ir Eskop MAP mengatakan dengan adanya peraturan presiden yang melarang membuka lahan dengan sistim pembakaran, ternyata memberi dampak yang kurang baik bagi para petani dilahan kering, khususnya diwilayah kabupaten Bartim.

“Petani takut untuk membuka lahan dan ditindak secara hukum, namun sisi lain para petani juga ingin menanam padi untuk  memenuhi kebutuhan pangan. Namun kompensasi bagi petani juga tidak atas larangan membuka lahan dengan sistim membakar,” katanya kepada awak media usai memimpin rakor pencegahan dan penanganan Karhutla diwilayah kabupaten Bartim.

Dijelaskannya peraturan yang melarang membuka lahan dengan membakar menjadi persoalan bagi para petani dilahan kering yang sudah turun temurun sejak nenek moyang, sebab mereka (petani-red) tidak memiliki lahan persawahan yang bisa digarap.

“Ini menjadi dilema bagi petani, sebab teknologinya belum ada dan dari pemerintah pusat dan daerah juga tidak ada kompensasi bagi petani dilahan kering,” timpalnya.

Menurut Eskop peraturan yang ada seharusnya tak diterapkan secara generalisir, sebagai seharusnya mempertimbangkan berbagai kearifan lokal yang ada. Sebagai putra daerah sebutnya sangat mengenal dan mengetahui kearifan lokal para petani dilahan kering dengan sistim membakar.

“Pembakaran dilahan kering tidak akan menimbulkan asap sampai beberapa hari. Misalnya pembakarannya dua jam, sehabis itu tidak ada lagi asap yang ditimbulkan. Hal ini sangat berbeda pembakaran dilahan gambut, yang bisa menimbulkan asap sampai berbulan-bulan,” ungkapnya.

Eskop juga tidak mempermasalahkan bila ada kelompok tani atau lembaga swadaya masyarakat mempertanyakan haknya dan solusi atas aturan yang melarang membuka lahan dengan cara membakar. Sebab para petani tentunya membuka lahan ingin menanam dan mendapatkan bahan pangan padi sebagai hak asasi, namun sisi lain ada aturan melarangnya.

“Sepakat, jangan sampai dengan larangan yang ada membuat petani tak bisa mendapatkan hak asasi, itu bisa saja melanggar hak asasi manusia. Sehingga sangat sepakat untuk bersama-sama untuk mencari solusi atau jalan keluarnya,” tandasnya. (ags)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!