HEADLINEKalimantan Tengah

Wendy: Falsafah Huma Betang dan Belom Bahadat Ampuh Atasi Konflik di Kalteng

PALANGKA RAYA – Upaya penyelesaian masalah secara musyawarah dan mufakat menjadi salah satu cara penyelesain berbagai konflik yang terjadi di masyarakat Kalteng. Hal ini mengacu pada filosofi masyarakat Dayak Kalteng sendiri, yaitu Huma Betang dan Belom Bahadat.

Hal ini diungkapkan pemerhati budaya Dayak Kalteng, Wendy S Loentan. Dikatakannya bahwa musyawarah dan mufakat merupakan konsep dasar menyelesaikan berbagai Permasalahan di Bumi Tambun Bungai.

Hal ini menurutnya, terlihat dari masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk atau plural society dan masyarakat multikultural atau multikultural society.

Ia juga mengatakan, pluralisme masyarakat merupakan ciri utama dari masyarakat multikultural yang menunjuk kepada suatu masyarakat yang mengedepankan pluralisme Adat dan budaya. Yaitu kepercayaan, seni, moralitas dan adat istiadat.

Wendy juga mengatakan, dalam hal bagaimana memelihara komitmen kelompok adat untuk menjaga harmonisasi dan kerukunan di masyarakat yang heterogen sehingga mendukung terciptanya suasana yang kondusif di wilayah setempat.

“Masyarakat adat, khususnya di Kalteng selalu mengedepankan prinsip Behaum Bepakat atau bermusyawarah guna mencari mufakat atau win win solusi. Menjaga silahturahmi, menumbuhkan sikap toleransi antara masyarakat adat dan kelompok masyarakat lainya, hal ini penting dilakukan guna mencegah terjadinya potensi ancaman konflik sosial di masyarakat” sebut Wendy.

Dikatakannya juga bahwa perlu membangun karakter sikap “Bhineka Tunggal Ika”, dimana bangsa Indonesia terdiri masyarakat yang Heterogen, walau berbeda beda namun tetap satu. Hal ini tentu saja menurutnya patut di apresiasi dan terus diperkuat dengan mensosialisasikan nilai keberagaman melalui sikap hidup yang “Berbhineka Tunggal Ika”

Dengan beberapa hal tersebut lanjut Wendy, maka harmonisasi diperkuat melalui pemahaman akan sikap hidup Bhineka Tunggal Ika. Mengedepanan persatuan, toleransi antar suku/agama, saling menghargai antar masyarakat, membangun komunikasi dan mengedepankan dialog dalam penyelesaian berbagai konflik di masyarakat. Dengan demikian lanjutnya, akan tercipta suasana yang kondusif disuatu wilayah, termasuk di Kalteng.

“Saya sebagai putra Dayak Kalimantan Tengah sangat menjunjung tinggi nilai adat istiadat sebagai indentitas, dengan tetap mengedepankan sikap “Bhineka Tunggal Ika” serta prinsip Huma Betang dalam rangka menjaga keharmonisan dan kekompakan masyarakat di bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila Kalimantan Tengah” tegasnya.

Ia mencontohkan, seperti penyelesaian secara Adat Dayak Kalteng yang berhasil mendamaikan perseteruan antara Direktur PT BMB, Basirun Panjaitan dengan Damang Manuhing, Awal Jantriadi. Penyelesaian dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan sejumlah pihak hingga membuahkan kesepatan damai untuk menyelesaikan perseteruan tersebut.

“Itu membuktikan bahwa masyarakat Adat Dayak Kalteng memegang teguh falsafah Huma Betang, yaitu kebersamaan. Termasuk memiliki jiwa besar dalam menyelesaikan suatu masalah tanpa mengabaikan nilai adat yang ada di masyarakat Dayak Kalteng sendiri” ungkapnya. (bud)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!