DPRD Kotawaringin TimurKotawaringin Timur
Usulan Revisi Perda KTR Segera Ditindaklanjuti
"Penetapan KTR itu adalah segala kegiatan produksi dan distribusi rokok seperti membuat, menjual, mengiklankan maupun mempromosikan rokok tidak boleh didaerah yang masuk wilayah KTR, karena selama ini di dalam perda tersebut tidak disebutkan wilayahnya," sampai Handoyo.
GERAKKALTENG.com – SAMPIT – Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) akan dilakukan revisi. Pihak Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kotim telah mengajukan usulan revisi kepada pemerintah daerah dan dalam waktu dekat akan dilakukan pembahasan.
Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Kotim, Handoyo J. Wibowo mengatakan setelah memperhatikan dan mempelajari, sejak ditetapkannya perda KTR itu tidak berjalan efektif. Pasalnya, ada beberapa kendala dalam penerapannya, karena area terlarang yang di dalamnya tidak boleh ada sama sekali aktivitas rokok baik itu spanduk, reklame maupun baliho.
“Penetapan KTR itu adalah segala kegiatan produksi dan distribusi rokok seperti membuat, menjual, mengiklankan maupun mempromosikan rokok tidak boleh didaerah yang masuk wilayah KTR, karena selama ini di dalam perda tersebut tidak disebutkan wilayahnya,” sampai Handoyo.
Menurutnya revisi perda tersebut terkait pemasangan reklame di luar batas jalan, median jalan atau di badan-badan jalan yang berdekatan dengan KTR.
“Kalau di dalam perda yang dulu tidak dibolehkan seluruhnya, jadi sekarang ada kelonggaran dalam pengaturannya, jarak dari yang tidak diperbolehkan misalnya di fasilitas umum termasuk rumah ibadah dan pendidikan itu berjarak, di situ tidak ada ditentukan dalam perda yang dulu, makanya perlu adanya revisi,” ujar Handoyo.
Politisi Partai Demokrat ini juga mengatakan, dalam revesi perda KTR nanti pihaknya akan menuangkan bagaimana cara pemasangan reklame dengan diberikan jarak, misalnya dari pendidikan itu maksimalnya kurang lebihnya 50 meter. Dengan begitu, diharapkan dalam pengaturan Perda KTR nanti pelaksanaannya berimbang.
“Kalau memang tidak diperbolehkan maka itu adalah mengurangi salah satu income pendapatan daerah maka itu perlu direvisi. Terkait sanksi maupun dendanya bagi yang melanggar perda tersebut nantinya sesuai dengan perda yang dulu dan tidak dilakukan perubahan,” tutupnya. (sog)